Sabar Sebentar

Sunday 23 September 2012

Pada alur, biasanya banyak yang berbicara tentang baik-buruk. Entah mungkin itu sebuah kebiasaan, sebuah penghinaan, subuah perbandingan atau bahkan sebuah ketidaktahuan. Yang datar pada biasanya mungkin adalah maklum, dianggap normal, atau mungkin dibiaarkan karna tidak penting untuk diperhatikan. Tapi, entah kenapa, yang mengganjal ini mungkin rasa, atau apa? Entah

Kalau juga berniat disusun, panjangnya mungkin lebih dari ribuan kilometer. Bulat Bumi tiga kali bisa diputari. Ini baru seperempat, itu pun belum tergenapi sempurna. Belum lagi yang setengah, bagaimana dengan yang sudah mendekati satu. Manusia tidak pernah diajari sombong oleh kitab suci mana pun, oleh agama mana pun, oleh budaya mana pun. Tapi manusia juga tak pernah diajari bagaimana untuk tidak lupa. Lupa itu mungkin penyakit, yang harus disembuhkan bukan diajarkan. Mungkin.
Dilahirkan mungkin bukan sebuah pilihan, tapi hidup-menghidupi adalah sebuah keharusan. Sama seperti hidup. Sama pula seperti sebuah cerita. Ditulis untuk dibaca. Dilahirkan juga untuk dijalani. Bukan disesali, disalahkan. Maka wajar protes selalu lebih laris daripada puji.

Pada jam ganjil, tanggal ganjil, bulan ganjil  beberapa tahun yang lalu, yang juga berjumlah ganjil. Pertaruhan terpaksa dilakukan seorang wanita untuk menggenapi hidup yang dijalaninya. Ganjil, konon katanya Tuhan menyukai yang berbau ganjil. Selepas beberapa detik dari titik perjuangan. Tak ada yang ia inginkan lagi selain melihat, mendengar dan memeluk erat yang menjadikan ia genap menjalani hidupnya kelak.

Tapi, ah wanita itu pun hendak berniat menggenapi hidupnya kembali.
"Ah, sabar sebentar, Bu. Nanti juga tanpa disuruh akan dibawa. Tak perlu juga aku meminta doa. Kau pasti mendaoakan dan meridhoi sesuatu yang menggenapi hidupmu ini. Aku pun sama, tanpa diminta pun selalu kudoakan. Semoga. Semoga. Semoga. Sabar sebentar."

September 2012

By Azmil R. Noel Hakim

0 comments:

Post a Comment