Resepsi Dongeng Lutung Kasarung

Thursday 6 September 2012

Lutung Kasarung merupakan sebuah legenda masyarakat sunda yang menceritakan perjalanan panjang Sanghyang Guruminda dari Buana Pada (Kahyangan) yang diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi) dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet) untuk menemukan jodohnya yaitu Purbasari yang diusir oleh saudara tertuanya yang pendengki, Purbalarang, ke hutan belantara. Sanghyang Guruminda rela turun ke bumi dengan wujud seekor lutung demi mewujudkan impiannya yaitu memiliki pendamping hidup yang mirip dengan kecantikan ibundanya yaitu Sunan Ambu. Dalam budaya sunda kaum pria selalu menginginkan calon istri yang mirip dengan kecantikan ibundanya, baik itu dalam bentuk kecantikan fisik maupun kecantikan hatinya serta memiliki naluri keibuan untuk mengasuh dan mendidik anaknya. Tidak hanya kaum pria saja, kaum wanita pun menginginkan hal sama dalam hal perjodohan yang notaben kaum wanita mengharapkan seorang suami yang mirip dengan sosok ayahnya yang bertanggung jawab dan bijaksana dalam memimpin hidupnya. Beberapa legenda masyarakat sunda yang lain pun terdapat menggambarkan hal yang sama seperti ini, salah satunya Legenda Sangkuriang yang mencintai dan ingin menikahi ibunya sendiri yaitu dayang sumbi. Ini menunjukan bahwa kebudayaan sunda sangatlah mengagungkan wanita. Wanita berhak dilindungi dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya, sama seperti Lutung Kasarung yang begitu kuat melindungi Purbasari manakala Purbalarang mencoba keras untuk menyingkirkan keberadaan Purbasari dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk menyingkirkan adik bungsunya itu, Purbalarang menantang Purbasari untuk berhuma di tanah yang tandus. Hal ini menunjukan bahwa budaya orang sunda adalah berhuma, bukan berladang, sehingga orang sunda jaman dahulu tidak selalu menetap pada satu tempat, melainkan nomaden, berpindah-pindah.
Sejak jaman dahulu emansipasi wanita begitu kuat aromanya dalam budaya sunda bahwa wanita bisa jadi seorang penguasa seperti Sunan Ambu yang dapat menguasai Kahyangan. Pewarisan tahta kerajaan pada anak perempuan pun sering terjadi dalam kebudayaan sunda. Seorang raja tetap mewariskan kedudukannya pada anak perempuannya walaupun sang raja memiliki adik laki-laki. Dan tidak mutlak pewarisan tahta kerajaan tersebut pada anak pertama, seperti dalam legenda ini Seorang raja Pasir Batang yang bernama Prabu Tapa Agung mewariskan kedudukannya kepada putri bungsunya yaitu Purbasari. Ada beberapa faktor naluri seorang pemimpin sekaligus sosok ayah yang bijak dalam menentukan penerus kepemimpinannya. Sebagai orang tua yang memahami sifat dasar ketujuh putrinya, Prabu Tapa Agung dan Permaisurinya menunjuk putri bungsunya Purbasari sebagai penerusnya kelak karena Purbasari memiliki hati yang baik, bijaksana, berbudi luhur, dan tidak serakah. Karena pada umumnya anak bungsu tidak memiliki antusias yang tinggi dalam hal kekuasaan, namun tetap bertanggung jawab apabila diberi kepercayaan dalam hal ini. Tidak seperti Purbalarang sebagai putri sulung yang memiliki sifat angkuh, serakah dan kejam. Hal inilah yang menjadikan pertimbangan Prabu Tapa Agung untuk memilih Purbasari sebagai penerusnya kelak, walaupun pada akhirnya kekuasaan kerajaan jatuh pada tangan suaminya Purbasari yakni Sang Lutung, karena Sang Lutung itu sebenarnya adalah Sanghyang Guruminda, keturunan Dewa, maka diangkatlah menjadi raja Pasir Batang karena raja adalah wakil dewa. 

0 comments:

Post a Comment