Lutung
Kasarung merupakan sebuah legenda masyarakat sunda yang menceritakan perjalanan
panjang Sanghyang
Guruminda dari Buana Pada (Kahyangan)
yang diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi)
dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet)
untuk menemukan jodohnya yaitu Purbasari yang diusir oleh saudara tertuanya
yang pendengki, Purbalarang, ke hutan belantara. Sanghyang Guruminda rela turun
ke bumi dengan wujud seekor lutung demi mewujudkan impiannya yaitu memiliki
pendamping hidup yang mirip dengan kecantikan ibundanya yaitu Sunan Ambu. Dalam
budaya sunda kaum pria selalu menginginkan calon istri yang mirip dengan
kecantikan ibundanya, baik itu dalam bentuk kecantikan fisik maupun kecantikan
hatinya serta memiliki naluri keibuan untuk mengasuh dan mendidik anaknya.
Tidak hanya kaum pria saja, kaum wanita pun menginginkan hal sama dalam hal
perjodohan yang notaben kaum wanita mengharapkan seorang suami yang mirip
dengan sosok ayahnya yang bertanggung jawab dan bijaksana dalam memimpin
hidupnya. Beberapa legenda masyarakat sunda yang lain pun terdapat
menggambarkan hal yang sama seperti ini, salah satunya Legenda Sangkuriang yang
mencintai dan ingin menikahi ibunya sendiri yaitu dayang sumbi. Ini menunjukan
bahwa kebudayaan sunda sangatlah mengagungkan wanita. Wanita berhak dilindungi
dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya, sama seperti Lutung Kasarung yang
begitu kuat melindungi Purbasari manakala Purbalarang mencoba keras untuk
menyingkirkan keberadaan Purbasari dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk
menyingkirkan adik bungsunya itu, Purbalarang menantang Purbasari untuk berhuma
di tanah yang tandus. Hal ini menunjukan bahwa budaya orang sunda adalah
berhuma, bukan berladang, sehingga orang sunda jaman dahulu tidak selalu
menetap pada satu tempat, melainkan nomaden, berpindah-pindah.
Sejak
jaman dahulu emansipasi wanita begitu kuat aromanya dalam budaya sunda bahwa
wanita bisa jadi seorang penguasa seperti Sunan Ambu yang dapat menguasai Kahyangan.
Pewarisan tahta kerajaan pada anak perempuan pun sering terjadi dalam
kebudayaan sunda. Seorang raja tetap mewariskan kedudukannya pada anak
perempuannya walaupun sang raja memiliki adik laki-laki. Dan tidak mutlak
pewarisan tahta kerajaan tersebut pada anak pertama, seperti dalam legenda ini
Seorang raja Pasir Batang yang bernama Prabu Tapa Agung mewariskan kedudukannya
kepada putri bungsunya yaitu Purbasari. Ada beberapa faktor naluri seorang
pemimpin sekaligus sosok ayah yang bijak dalam menentukan penerus
kepemimpinannya. Sebagai orang tua yang memahami sifat dasar ketujuh putrinya,
Prabu Tapa Agung dan Permaisurinya menunjuk putri bungsunya Purbasari sebagai
penerusnya kelak karena Purbasari memiliki hati yang baik, bijaksana, berbudi
luhur, dan tidak serakah. Karena pada umumnya anak bungsu tidak memiliki
antusias yang tinggi dalam hal kekuasaan, namun tetap bertanggung jawab apabila
diberi kepercayaan dalam hal ini. Tidak seperti Purbalarang sebagai putri
sulung yang memiliki sifat angkuh, serakah dan kejam. Hal inilah yang
menjadikan pertimbangan Prabu Tapa Agung untuk memilih Purbasari sebagai
penerusnya kelak, walaupun pada akhirnya kekuasaan kerajaan jatuh pada tangan
suaminya Purbasari yakni Sang Lutung, karena Sang Lutung itu sebenarnya adalah
Sanghyang Guruminda, keturunan Dewa, maka diangkatlah menjadi raja Pasir Batang
karena raja adalah wakil dewa.
0 comments:
Post a Comment