Raja di Sebuah Negara

Sunday 7 April 2013
Katanya, terlalu serius itu tidak baik; buat urat saraf kita tertarik dan lama kelamaan bisa putus; buat otot muka kita mengendur lalu muncul keriput di setiap sudut muka; buat kita tidak bisa tidur lalu kantung mata kita membengkak. Berangkat dari perkataan itu seseorang mulai bercanda dengan hidupnya, tanggung-jawabnya dan segalanya.


Gawatnya, seseorang tersebut adalah seorang Raja, seorang Raja dari sebuah negara bukan kerajaan. Berlalu waktu, Ia dengar pepatah yang bilang bahwa rakyat-rakyatnya sangatlah pemalas, mahamalas dari segala malas. Hingga merdeka sebagai bangsa-bernegara pun malas dilakoni. Maka, bergegaslah Ia sebagai Raja yang bertanggungjawab mulai menggadaikan semuanya. Hingga harga diri rakyatnya, entah dengan harga diri tanah airnya.

Agaknya, menjadi tidak serius dan malas pun terlalu lunglai Ia mengaturnya. Taklama Ia ingat kawan-kawannya di komunitas yang mengantarkannya dewasa sedemikian rupa hingga menjadi Raja di sebuah negara. Ternyata, Ia menjadi Raja dari segala Raja di komunitasnya, yang memang Ia prakarsai dari muka rahim hingga besar di muka bumi seperti saat Ia telah menjadi Raja di sebuah negara.

Pikirnya, menjadi tidak serius dan malas pun terlalu serius untuk dilakoni. Bermanja-manja dengan komunitas dan mengabaikan negara masih juga terlalu serius. Alih-alih tak mau terlihat bodoh sebagai Raja di sebuah negara, Ia pun mulai serius demi negara yang menjadikannya Ia Raja.

Ah tapi Negri ini memang terlalu malas, Tuan. Ini bukan Negri yang ada di kepala Ronggo Warsito berabad-abad silam. Rajanya pun bukan seseorang yang ada dalam kata-kata Jayabaya pada zamannya dulu. Tapi Negri ini masih punya Abdi dan rakyat yang setia, setidaknya hanya dalam untaian bait lagu.

"....Bagimu Negri. Jiwa Raga Kami."
Semoga saja. Amiin.

Maret 2013


0 comments:

Post a Comment